Tuesday, July 17, 2012

Kelopak 34: Menerabas Ilalang

ketika langkah itu mulai menggelapkan,aku mencari terangmu lagi
menduga-duga,ke ujung mana singkat waktu bermula
mereka-reka,sejernih apa biru pada telaga
lalu ketika perih itu kian menggejolak ini raga,kulabuhkan saja apa yang pernah kau minta:

kata,dimana ia membebaskan kita
warna,kemana kita melarung segala rupa
lantas tinggal jiwa,sebenar-benar sebuah rasa

Ilalang,kutebarkan bungamu dalam sajakku
seperti rindu,yang kian serak menyumbat lidahku
dan,selalu,layaknya apa,yang tak pernah mampu tereja suara...

Wednesday, July 4, 2012

Kelopak 33: Kembali

selamat datang kembali untukmu
apa yang penah pergi tanpa mengikat aku,tanpa melarung waktu
seperti engkau selalu,bukan?

setelah lama mengerakkan masa dalam jenuh itu
membiarkan entah rasa apa berkejaran di titik sepimu
ada sebuah warna menantimu di sini

selamat datang,Ilalang

Saturday, June 30, 2012

Kelopak 32: Pisau: Selamat Datang Seorang Aku

barangkali harus segera kucari pisau agar tak lagi berleleran anggur merahmu pada mataku
sudah sedemikian mengembun kaca-kaca di sebelah balkon tua itu,seperti selama ini kau tahu
sudutku mulai lupa,di mana letak kursi dan meja
jariku masih mencari apa warna pisau dan belati

di mana pisau,yang pernah kuasah senja itu
ketika warna sudah terbelah sejak semula
bahkan menderakan tipis dedaunan mendesing di pelupuk sia-siaku
sementara anggurmu telah menanti denting sloki kelima

ting
satu nyawa kau janjikan lebur dalam sisa senja yang mengerak
padam dan lenyap

ting
mata penaung purbaku kering dilukai waktu berisik di sisa malammu
kau hanya tertegun menggenapi melati
bukan krissant yang kujanjikan tak pernah kembali

ting
tak pernah menanti masa ketika tak jua kukenali segala apa
satu warna,dua warna
hitam abu tua

ting
pada nada petikmu kutakar seberapa lama detik mengerti
bahwa tak sedikitpun senja ini menelikungmu  atau menahanmu berlama-lama
di dermaga

ting
selalu ada langkah yang membebaskanmu berlari
selama jauh itu adalah dekat
dan dekatmu senantiasa sewarna kematian


aku tertegun mendapati engkau tinggal keping
suatu senja,begitu sendu kutatap guguran sakura


Sunday, June 24, 2012

Kelopak 31: Sakura

menatap engkau menaung langit
ada semerbak menjelma
putih
putih segala terasa :
Sakura

Sunday, June 17, 2012

Kelopak 30: Daun Kering di Atas Meja

aku menemukanmu,
ketika duka menyerap basahmu di bawah pelupuk
kerontang menggersang
meja itu bulat,seperti selalu
kakinya timpang menopang rasa
tepinya sibuk menghitung usia
lalu,kau terlempar dari jendela
mengendap-endap,menyergap pelitur yang bercecer

Saturday, June 16, 2012

Kelopak 29: Andai

: Sendu Senja Sakura

sesekali aku ingin menjadi bayangan
hitamnya yang pekat tak pudar karena hujan dan garang mentari
pun tak lari saat matahari bersembunyi

seperti kau dan kepedihan itu
seperti kau dan bayanganmu
tak sekalipun kalian saling menginjak,bukan?
maka kenanglah,sepahit apapun kenangan itu
sebab ketika kau telah tiada,ia hanya akan hidup dalam kenangan orang lain...

dan aku pun akan menjadi bayangan itu
senantiasa menemani ke mana kau pergi
tanpa kau tahu
tanpa perlu kau sadari
karena aku selalu mengerti
hitam memang warna bayangan ini

Monday, June 11, 2012

Kelopak 28: Aku Masih Senja,Sakura

:(masih) Sendu

aku menantimu di kelokan selepas masjid,Sakura
seperti janjimu dulu,ketika kau petikkan tangkai-tangkai krissant untukku
sekedar memenuhi waktu lantaran terlalu sibuk kita tersipu
sementara kata mengambang seperti udara

senja sama pula yang kuantar seorang diri
tanpa gempita rindu
tanpa rinai sakuramu,Sakura
aku pilu,tanpa pernah kau menjeda waktu
bayang-bayang tak pernah tertangkap
hanya gelap,Sakura

saljumu datang terlalu pagi

Thursday, June 7, 2012

Kelopak 27: Malammu

ini yang kulukai dari mata
simpul mengapa
lat kemana

buta
buta aku menata mata
pilu
lunas aku digadai waktu

satu malammu
satu pahit kutenggak bersama rindu
satu getir kutelan bersam wajahmu

 tunggu,tusukkan belati itu
 nyawaku masih mengotori resahmu,bukan?
atau,bakar saja aku hingga jelaga
tawar itu menunggu 


Saturday, May 26, 2012

Kelopak 26: Seperti Ini

:Sendu

memang seperti ini selayaknya
ada tanpa tak ada,lantas tak ada karena ada
sudahlah,itu hanya batas mimpi dan terjaga
selebihnya hanya tanbahan tak perlu dari kita
agar resmilah entah apa sebagai apa
agar jadilah semua ide dan rencana pura-pura

memang seperti ini pada akhirnya
melihat datang tak bertemu pulang
melambai pulang tak sempat menanti datang
terpisah yang memanjakan sakit,bukan?
ketika kemudian terulang lagi entah kapan hari
tentu saja aku hanya seperti ini,selalu
terambing sejenak,mati,lantas muncul kembali menunda malam
kematian hanya bayang yang senantiasa melekat
tak peduli aku berenang seberapa cepat

aku sendiri
kau sendiri
kita sendiri

ya,memang seperti ini

Thursday, May 24, 2012

Seharusnya

Orang bertaqwa seharusnya baik akhlaknya

Orang beriman seharusnya meninggalkan hal yang sia-sia

Orang islam seharusnya saudara seimannya terhindar dari kejahatan lisan dan tangannya

Sahabat seharusnya mudah memaafkan

Ta’akhi seharusnya mengenal, memahami dan menanggung

Berdakwah seharusnya dengan hikmah dan keteladanan

Pemimpin seharusnya bijak membuat ’memo’ dan kebijakan

Pekerja lapangan seharusnya tidak selalu menggerutu

Administrator seharusnya rapih dan murah hati

Seorang guru seharusnya sekuat unta, sekreatif berang-berang, dan sepenyabar pinguin

Seorang murid seharusnya giat belajar

Seorang anak seharusnya berbakti kepada kedua orangtuanya

Seorang suami seharusnya baik terhadap keluarganya

Seorang istri seharusnya menjadi manajer keuangan keluarga bukan pencari nafkah

Seorang penulis seharusnya menulis setajam mata elang dan sebening telaga Kautsar

Seorang ulama seharusnya berani berfatwa untuk membela ummat

Bermimpi itu seharusnya setinggi langit

Pencari surga seharusnya bersungguh-sungguh



Tetapi kita?



Sepertinya belum seharusnya...

Tuesday, May 15, 2012

Kelopak 25: Ini Untukmu,Sendu


Sepanjang Aku Mengenalmu

Belum kutemu sedikit waktu yang tepat ternyata
Untuk sekedar mengucap selamat petang pada menit yang laju berenang
Kau duduk menghadap senjamu yang setia
Dibungkus kabut abu mudamu yang tenang
Menguarkan apa yang tak lagi mampu kau lukis dalam dendang

Kini menggeluti air yang keruh pada rautmu tak semudah menggoreng ikan asin
Ya,ikan asin yang kau titipkan di piring sesalmu
Kau dijerat kemuraman, menelikung waktu yang miskin
Untuk sekedar menggadaikan sekerat bumbu rindu

Ini masih dapur yang sama,sayang
Tempatmu merebus kegundahanmu pada mata pedih menatap jelaga
Tempatku menanak cinta yang mulai mengiring digerogoti panas mulut tetangga
Begitupun kopi yang kau jerangkan tanpa pernah sempat kesesap manisnya

Lantas di mana hadirnya aku yang tak mampu tahu?
Kutatakan sebaris bumbu yang kau mau
Kujerangkan warna yang kau suka
Namun ke mana cinta yang kuhias sepenuh jiwa?

Sejauh langkah yang mendebu,sayang,tak pernah kujejaki malam selayaknya engkau
Seperempat pengharapan yang tinggal tak menyesak pada raga
Mungkin hanya sekelumit perih yang buatku risih
Meskipun aku tahu,tak sedikitpun aku mampu berdalih
Jingga,telah menyayangimu seutuhnya cinta
Tak ragu,engkau diam ataukah meracau

Maka,aku tak perlu lagi menanti,sayang
Waktu ini yang akan membangunkanku padamu
Entah tahun atau kalender berlalu
Aku segera melenggang pulang
Agar segera kusesap kopi manismu di dapur kita

13 Mei 2012
10.23
PKM BSI








Kau dan Gereja

Pagi yang sama ketika aku menghampirimu di sisi gereja
Bukan akan menengokmu,yang telah lama kulenyapkan dari mataku
Hanya ingin sejenak menelaah,apakah telah salah mataku melenyapkan wajah

Tak sengaja pula aku menatapmu meninggalkan gereja
Mesra kau tatap baluran tanah pada sandal plastikmu yang tua
Setiap langkahmu menjejakkan bercak basah yang sama

Aku mendekat,kau tengadahkan raut pilu itu padaku
Kelopak tua dan lingkar itu tak seharusnya kutemu padamu
Lebam itu tak pantas meracuni senyum sakuramu

Lalu  terpaksa kusandarkan laramu pada bahuku
Tidak,sudah kulunasi detak itu pada tahun-tahun yang menyita masaku
Kini hanya kerak  sedemikian menggumpal  dalamku
Atas engkau,yang meluruhkan entah apa padaku

Bagaimana pula aku akan mengerti
Sementara mengabur sudah mataku pada sepi
Kini aku yang kian terbentengi
Kenangan yang tak pernah bersedia menepi

Masih pagi yang sama ketika aku meninggalkanmu di sisi gereja
Ya,aku kembali hari itu ketika segalanya sama
Memang tak ada misa
Hanya pemberkatan atas apa yang tak sudi kugariskan
Hanya peleburan atas doa yang tak jua tercurahkan

13 Mei 2012
11.05
PKM BSI
















Sajak Pangeran Biola

Barangkali telah sampai aku  pada gerbang terakhirmu
Rangkaian tembang malam kemerahan melagu
Merdu mendayu seribu rindu
Sayup sendu tergigit pahit di telingaku

Aku hanya naik-turun pada birama
Tanpa pernah tahu harus mengambil nada apa
Tanpa pernah yakin melagukan syair mana
Sebab telah patah senar mataku di atas doa

Wahai,Pangeran Biola yang sama
Tak jengah aku menyanding engkau
Untuk sekedar memejam mata
Tatkala kau menyatu bersama udara

Wahai Pangeran Biola yang sama
Tak lelah aku mencari tangga
Agar sempurna kudengar tarian suara
Bukan sumbang ataupun hilang apa

Pangeran Biola
Masih kusimpan dawai yang sama
Seperti waktu kau ulur tanganmu
Lantas kubaurkan waktu dalam nadamu

Ya, Pangeran Biola
Aku masih setia menanti nada-nada itu
Saat tak lagi ada kau dan aku yang lalu
Selain lagu,tak risau aku menari pilu


                                               
                                                14 Mei 2012
13.25
                                                PKM BSI











Ini Dermagamu,Sendu

Akan senantiasa sama,Sendu
Waktu yang luruh di embun senja
Embun yang lahir di ufuk cita
Apalah yang bisa meniadakan rasa

Kini aku menatapmu menghadap sana
Sudut tanpa sama yang bersuara
Kembang gugur dari rumput pura-pura
Lalu aku meretih dilamun bara satu-dua

Sendu,bila senja itu engkau lukis biru
Tak sedikitpun aku merindu abu,merah atau ungu
Namun bila kau lenyapkan waktu dari kanvasNya
Haruskah aku berbalik dan berganti rupa?

Mencintai senja tanpa pernah kecewa adalah buta,Sendu
Sebuta aku melangkah pada paku beku dermaga
Yang menguning keruh diremuk mangsa fana
Yang ringkih lantaran camar enggan menyapa

Tapi tidak bagiku,Sendu
Waktu tetaplah jarak yang sama
Tahun mati yang kosong menyeraki rasa
Terik esok yang tak terundi siapa

Sementara waktu menghabisi masa yang lama
Aku hanya mampu menghela doa dan doa
Sendu, ini rasa yang menuntunnya
Ini rasa pula yang membuatku mengada

Maka,waktu yang kudetik-detik di dermagamu
Adalah jerit samar sang camar
Meliuk merana untuk lindap memutar
Pasir-pasir yang bisu menangis dan menghindar


                                                14 Mei 2012
                                                13.43
                                                PKM BSI









Wednesday, May 2, 2012

Kelopak 24: Senja di Muka Jendela

ada titik-titik rautmu pada muram jendela
sendu,meremang dalam malam bersenda pekat
kali itu,aku duduk di beranda  lama
menanti mata redupmu,Sendu
aku yang terpelecat dari nyata
mengejar kerosak ranting di genting mataku
berharap menemu engkau
tidak,Sendu,ini hanya sajak,
tentang aku yang begitu terikat,
tentang jendela yang memaksamu tak terlihat

Sendu,ini aku
bolehkah?

Thursday, April 12, 2012

Kelopak 23: Basah di Halaman

setengah duabelas masih kurang bermenit-menit
gerimis,dan aku meringis miris
menderas lagi,kak
entah henti atau lari 

gerimis kakak,bukan syahdu sesore itu
yang madu,ketika berlari di ujung jari itu
yang malu,ketika basah di daun kelabu

letih kak,batu-batu melara aku
perih kak,perciknya melarung aku
terus,lalu dan lagi
sungguh kak,ketika sekat itu mengaku rindu

Tuesday, April 10, 2012

Kelopak 22: Empat,Tiga,dan Satu

                        : masih bukan ?

ini aku
ini pula aku
tidak kita yang aku
selalu
aku
kamu
kita :
aku

Sunday, April 8, 2012

Kelopak 21: Ini Untukmu,Jinggaku

kau hadir lagi,jingga
ketika aku tak tahu itu hitam atau abu-abu
ketika merah tertatap biru di aku
ada apa ?
masihkah rintik menggericiki engkau ?
mengapa bulan tak lebih setia dari engkau ?

aku tak berlalu,jingga
hanya mencari tepi yang tak pernah membuatku terpinggir
hanya menemu luka yang kemarin tak sempat terpikir
karena entah,terlalu penat mata untuk sekedar mengejamu,sepatah saja

maaf,jingga,aku berbohong padamu
tak pernah kukata bahwa petir itu menyakitiku
tak pernah kuutarakan bahwa aku tak jauh darimu
di sini,jingga,sudut tempat rintik membasahi mataku,mata kita

tak apa,jingga
aku tak pernah sungguh mengenalmu ternyata
pun,sedekat urat ini
tak pernah,jingga
hanya bisingku sendiri
yang mengosongkanku untuk sejenak mengakhiri

cukuplah untuk ini,jingga
aku tahu,ini bukan apa yang pernah kau tahu dariku
ini adalah aku yang  tak tahu menjadi aku

jingga,maafkan aku :
bolehkah aku menggantimu menjadi ungu ?

Monday, April 2, 2012

Kelopak 20: Menemu Penat

                  : kamu

kembali menatapmu dalam raga berbeda
tak mampu membuang ?
tak bisakah menguar,lantas kau beraikan aku dari asapmu ?
penat,sungguh lunas menyita aku
dan maaf,lagi aku menebar lima yang sama
berderik tak untuk lenyap

Tuesday, March 27, 2012

Kelopak 19: Maaf

                                                    :satu
terantuk padamu
serbuk mimpi biru muda
memercik pada jendela
mengetuk-ngetuk pada rasa
mengapa ada?
mengapa bukan pupus lantas sirna?

Thursday, March 8, 2012

Kelopak 18: Masih Rintik

                                   :kakak

selamat sore,rinai
masih saja kau kepuli ini beranda
masih saja banjir ini raga
masuklah,menepi pada jendela
tlah kuseduhkan secawan pusaran lama
kuaduk dengan mata,lantas kutambahkan abu muda
kupanggangkan pula sekerat kenangan
bertabur kacang-kacang keratan
masih mengepul,memerihkan telinga
mari,bersandarlah di sini
sebab senja yang kembali tak ingin pergi

Tuesday, March 6, 2012

Kelopak 17: Karena Diam

sunyi,sunyi
malam lari,tak lerai batas lalu tepi
biru,biru
tak  mencoklat dan mengelabu
lagi,lagi
lesap retas ini kali
bahkan sudut meruntuh,meluruh
kau?
tertakluk peluh
simpuh

Saturday, March 3, 2012

Kelopak 16: Kertas Lipat Biru Muda

lem,gunting dan pena
lalu kau,
kurekat masa,
ketempel waktu
kukuatkan ini rindu
kuserpih ini pilu
kularung kelabu
pena,pena sajak itu
membiru pada mudamu
melipat pada sudutmu
seperti juga waktu
yang kutempel di tepinya
lantas kulipat masa
agar tak lekang kita padanya
sesekali kulukis pula daun pada mata
agar tak kering gunting memangkas durja

Friday, March 2, 2012

Kelopak 15: Aku Malam

langit masih saja mengepul,bintang
aku,kau,dia lalu kopi
mengepul lagi
berarak untuk menipis

dia ingin merengkuhmu,bintang
sebab rintik telah berpacu sendiri
sebab cahya putih itu enggan menari

berkediplah,bintang
agar kopi itu menyesapi hati
agar rintik tak lagi berlari

Saturday, February 25, 2012

Kelopak 14: Sekat

untuk : s

sekali saja
sibaklah,atau robek itu
itu kau ?
mengapa lain ?
pahatmu aku,
topengmu  memahat di aku
pahatku menopeng di ukirmu
bila ?

Sunday, February 19, 2012

Kelopak 13: Tanpa

tak ada,tidak
rindu dan kata
peluk dan mata
lalu dia
merasa maya
meraup bila
kemana ?

Tuesday, February 14, 2012

Kelopak 12: Palsu

katanya,ini aku
yang menggores kata dan rayu
bagiku ini dia
yang tak pernah luruh dalam papa
katanya,aku hidup
ketika melati tiada redup
kataku,dia ada,
sebab aku mampu bangkit dan tertawa
katanya,ini puisi,
karena aku menggurat dan mengisi
kataku,ini bukan puisi,
karena masih saja dia yang menggenapi

Saturday, February 11, 2012

Kelopak 11: Arrrrrghh..!!

ha,lagi dan lagi
terderak helamu sendiri
tak apa,katamu
sementara daun-daun ini tak henti jatuh,
aku ?
sejengkal darimu,
sampai namun tak tergapai

Kelopak 10: Sajak Hujan

kucing kecil di muka jendela
merintih,menggigil
basah dia oleh guyuran waktu yang menderas
lari,terus lari
hanya untuk sekerat amis dari emak sore ini

hujan masih menderas,
kucing kecil melingkar tungku emak
mengumpul-ngumpulkan nyawa untuk esok
barangkali waktu tak sendirian menghampiri,
barangkali dia terbang,tak lagi berlari

Kelopak 9: Masih Surut

aku tak pulang lagi,ibu
sebab angin terlalu jauh membentangkan ronanya
ketika dingin menyendiri di sudut kamboja muda itu

aku tak pulang lagi,ibu
maaf,daun-daun marun yang kujanjikan untukmu usang oleh impianku sendiri
marahlah,layaknya sang rapuh itu menatap sendu aku

aku tak pulang lagi,ibu

Friday, February 10, 2012

Kelopak 8: Sabtu

teronggok di anak tangga
sedikit tersimpul-simpul menatap baris-baris itu
ah..di sini pula pada akhirnya
bukan ketiadaan yang menyiksa
karena memang demikian
engkau,
kasat mata yang menggenapi

Kelopak 7: Bukan Keluh

hujan biarlah hujan
tak usah menyulapnya sejengkal kemarau
bila pada akhirnya hanya mengecambahkan kosong

Saturday, February 4, 2012

Kelopak 5: Sepiring Nasi Rames Siang Ini

duduk di pojok keremangan siang
nasi,bu,
sejumput sayur ini dan itu
sekerat tempu dan tahu
lalu segelas es susu
mengunyah,mengunyah,
agar rata dengan resah
agar tertabir segala gelisah
ibu berbenah,aku melangkah,
selembar tipis merah
pergilah,
jejakku tercegah,
sudahlah,gelengan ramah,
ah....

Wednesday, February 1, 2012

Sunday, January 29, 2012

Kelopak 3: Coretan Kekosongan


ah,datang lagi,,
tak bosankah kau menghampiri ?
sementara hanya kusut dan kusut saja yang tersirat,,
enyahlah!

Kelopak 2: Mati

mati dan mati
sesak dalam kematian berkaki
kanan,belakang,samping dan kiri
kembali ?


                                                                        sudut ganjil, 30 Januari 2012

Kelopak 1: Yang Pertama Lenyap

menatap bilik-bilik ini aku kaku
lebur dan lebur
manakala ada adalah aku
sementara tiada selalu aku
berlalu
pekat kepak lengah
aku dan ada
aku bersanding tiada
                                                                      

                                                                                     


 



 

Tuesday, January 24, 2012

About

it just about me

when i ... lost all of my words

so please, tell me, why it happens to me,,

so i can see,what must i see

and i can know,what must i know...