Saturday, May 26, 2012

Kelopak 26: Seperti Ini

:Sendu

memang seperti ini selayaknya
ada tanpa tak ada,lantas tak ada karena ada
sudahlah,itu hanya batas mimpi dan terjaga
selebihnya hanya tanbahan tak perlu dari kita
agar resmilah entah apa sebagai apa
agar jadilah semua ide dan rencana pura-pura

memang seperti ini pada akhirnya
melihat datang tak bertemu pulang
melambai pulang tak sempat menanti datang
terpisah yang memanjakan sakit,bukan?
ketika kemudian terulang lagi entah kapan hari
tentu saja aku hanya seperti ini,selalu
terambing sejenak,mati,lantas muncul kembali menunda malam
kematian hanya bayang yang senantiasa melekat
tak peduli aku berenang seberapa cepat

aku sendiri
kau sendiri
kita sendiri

ya,memang seperti ini

Thursday, May 24, 2012

Seharusnya

Orang bertaqwa seharusnya baik akhlaknya

Orang beriman seharusnya meninggalkan hal yang sia-sia

Orang islam seharusnya saudara seimannya terhindar dari kejahatan lisan dan tangannya

Sahabat seharusnya mudah memaafkan

Ta’akhi seharusnya mengenal, memahami dan menanggung

Berdakwah seharusnya dengan hikmah dan keteladanan

Pemimpin seharusnya bijak membuat ’memo’ dan kebijakan

Pekerja lapangan seharusnya tidak selalu menggerutu

Administrator seharusnya rapih dan murah hati

Seorang guru seharusnya sekuat unta, sekreatif berang-berang, dan sepenyabar pinguin

Seorang murid seharusnya giat belajar

Seorang anak seharusnya berbakti kepada kedua orangtuanya

Seorang suami seharusnya baik terhadap keluarganya

Seorang istri seharusnya menjadi manajer keuangan keluarga bukan pencari nafkah

Seorang penulis seharusnya menulis setajam mata elang dan sebening telaga Kautsar

Seorang ulama seharusnya berani berfatwa untuk membela ummat

Bermimpi itu seharusnya setinggi langit

Pencari surga seharusnya bersungguh-sungguh



Tetapi kita?



Sepertinya belum seharusnya...

Tuesday, May 15, 2012

Kelopak 25: Ini Untukmu,Sendu


Sepanjang Aku Mengenalmu

Belum kutemu sedikit waktu yang tepat ternyata
Untuk sekedar mengucap selamat petang pada menit yang laju berenang
Kau duduk menghadap senjamu yang setia
Dibungkus kabut abu mudamu yang tenang
Menguarkan apa yang tak lagi mampu kau lukis dalam dendang

Kini menggeluti air yang keruh pada rautmu tak semudah menggoreng ikan asin
Ya,ikan asin yang kau titipkan di piring sesalmu
Kau dijerat kemuraman, menelikung waktu yang miskin
Untuk sekedar menggadaikan sekerat bumbu rindu

Ini masih dapur yang sama,sayang
Tempatmu merebus kegundahanmu pada mata pedih menatap jelaga
Tempatku menanak cinta yang mulai mengiring digerogoti panas mulut tetangga
Begitupun kopi yang kau jerangkan tanpa pernah sempat kesesap manisnya

Lantas di mana hadirnya aku yang tak mampu tahu?
Kutatakan sebaris bumbu yang kau mau
Kujerangkan warna yang kau suka
Namun ke mana cinta yang kuhias sepenuh jiwa?

Sejauh langkah yang mendebu,sayang,tak pernah kujejaki malam selayaknya engkau
Seperempat pengharapan yang tinggal tak menyesak pada raga
Mungkin hanya sekelumit perih yang buatku risih
Meskipun aku tahu,tak sedikitpun aku mampu berdalih
Jingga,telah menyayangimu seutuhnya cinta
Tak ragu,engkau diam ataukah meracau

Maka,aku tak perlu lagi menanti,sayang
Waktu ini yang akan membangunkanku padamu
Entah tahun atau kalender berlalu
Aku segera melenggang pulang
Agar segera kusesap kopi manismu di dapur kita

13 Mei 2012
10.23
PKM BSI








Kau dan Gereja

Pagi yang sama ketika aku menghampirimu di sisi gereja
Bukan akan menengokmu,yang telah lama kulenyapkan dari mataku
Hanya ingin sejenak menelaah,apakah telah salah mataku melenyapkan wajah

Tak sengaja pula aku menatapmu meninggalkan gereja
Mesra kau tatap baluran tanah pada sandal plastikmu yang tua
Setiap langkahmu menjejakkan bercak basah yang sama

Aku mendekat,kau tengadahkan raut pilu itu padaku
Kelopak tua dan lingkar itu tak seharusnya kutemu padamu
Lebam itu tak pantas meracuni senyum sakuramu

Lalu  terpaksa kusandarkan laramu pada bahuku
Tidak,sudah kulunasi detak itu pada tahun-tahun yang menyita masaku
Kini hanya kerak  sedemikian menggumpal  dalamku
Atas engkau,yang meluruhkan entah apa padaku

Bagaimana pula aku akan mengerti
Sementara mengabur sudah mataku pada sepi
Kini aku yang kian terbentengi
Kenangan yang tak pernah bersedia menepi

Masih pagi yang sama ketika aku meninggalkanmu di sisi gereja
Ya,aku kembali hari itu ketika segalanya sama
Memang tak ada misa
Hanya pemberkatan atas apa yang tak sudi kugariskan
Hanya peleburan atas doa yang tak jua tercurahkan

13 Mei 2012
11.05
PKM BSI
















Sajak Pangeran Biola

Barangkali telah sampai aku  pada gerbang terakhirmu
Rangkaian tembang malam kemerahan melagu
Merdu mendayu seribu rindu
Sayup sendu tergigit pahit di telingaku

Aku hanya naik-turun pada birama
Tanpa pernah tahu harus mengambil nada apa
Tanpa pernah yakin melagukan syair mana
Sebab telah patah senar mataku di atas doa

Wahai,Pangeran Biola yang sama
Tak jengah aku menyanding engkau
Untuk sekedar memejam mata
Tatkala kau menyatu bersama udara

Wahai Pangeran Biola yang sama
Tak lelah aku mencari tangga
Agar sempurna kudengar tarian suara
Bukan sumbang ataupun hilang apa

Pangeran Biola
Masih kusimpan dawai yang sama
Seperti waktu kau ulur tanganmu
Lantas kubaurkan waktu dalam nadamu

Ya, Pangeran Biola
Aku masih setia menanti nada-nada itu
Saat tak lagi ada kau dan aku yang lalu
Selain lagu,tak risau aku menari pilu


                                               
                                                14 Mei 2012
13.25
                                                PKM BSI











Ini Dermagamu,Sendu

Akan senantiasa sama,Sendu
Waktu yang luruh di embun senja
Embun yang lahir di ufuk cita
Apalah yang bisa meniadakan rasa

Kini aku menatapmu menghadap sana
Sudut tanpa sama yang bersuara
Kembang gugur dari rumput pura-pura
Lalu aku meretih dilamun bara satu-dua

Sendu,bila senja itu engkau lukis biru
Tak sedikitpun aku merindu abu,merah atau ungu
Namun bila kau lenyapkan waktu dari kanvasNya
Haruskah aku berbalik dan berganti rupa?

Mencintai senja tanpa pernah kecewa adalah buta,Sendu
Sebuta aku melangkah pada paku beku dermaga
Yang menguning keruh diremuk mangsa fana
Yang ringkih lantaran camar enggan menyapa

Tapi tidak bagiku,Sendu
Waktu tetaplah jarak yang sama
Tahun mati yang kosong menyeraki rasa
Terik esok yang tak terundi siapa

Sementara waktu menghabisi masa yang lama
Aku hanya mampu menghela doa dan doa
Sendu, ini rasa yang menuntunnya
Ini rasa pula yang membuatku mengada

Maka,waktu yang kudetik-detik di dermagamu
Adalah jerit samar sang camar
Meliuk merana untuk lindap memutar
Pasir-pasir yang bisu menangis dan menghindar


                                                14 Mei 2012
                                                13.43
                                                PKM BSI









Wednesday, May 2, 2012

Kelopak 24: Senja di Muka Jendela

ada titik-titik rautmu pada muram jendela
sendu,meremang dalam malam bersenda pekat
kali itu,aku duduk di beranda  lama
menanti mata redupmu,Sendu
aku yang terpelecat dari nyata
mengejar kerosak ranting di genting mataku
berharap menemu engkau
tidak,Sendu,ini hanya sajak,
tentang aku yang begitu terikat,
tentang jendela yang memaksamu tak terlihat

Sendu,ini aku
bolehkah?